Kunjungan ke lokasi pengambilan data sampel NCS di Kabupaten Kubu Raya, Kalimantan Barat, yang dipilih karena karakteristik campuran pertanian dan kebun kelapa sawit. Kunjungan ini bertujuan memahami dampak kegiatan pertanian, infrastruktur, dan sekat kanal BRGM terhadap emisi gas rumah kaca, khususnya CH4 dan CO2. Pengukuran emisi menggunakan alat LiCOR pada tanah dan permukaan air kanal.
Metode pengukuran mencakup chamber 8 inch di lapangan dan tanpa chamber pada berbagai titik, serta pengukuran emisi gas dari batang pohon di hutan sekunder di Kubu Raya dan Mempawan, dengan tiga ketinggian pohon yang berbeda. Logger dipasang untuk merekam fluktuasi ketinggian muka air, data penting untuk pemahaman dampak terhadap emisi gas dari lahan gambut. Selanjutnya, penelitian akan dipindahkan ke Desa Malikian, Kabupaten Mempawah, untuk membandingkan emisi gas sebelum dan sesudah pembangunan sekat kanal. Faktor lingkungan seperti cuaca, suhu udara, kelembaban tanah, dan tutupan lahan turut berpengaruh, meskipun sering terganggu oleh hujan, data yang dikumpulkan selama berbulan-bulan memberikan gambaran yang baik tentang emisi gas dari berbagai tipe lahan.
Intervensi manusia, terutama aktivitas pertanian, memengaruhi laju emisi gas. Tim berkomitmen untuk terus mengembangkan penelitian ini untuk memahami dampak aktivitas manusia dan perubahan lingkungan terhadap ekosistem gambut yang memiliki peran penting dalam menjaga keberlanjutan ekosistem global.
Selanjutnya, tim mengunjungi Mangrove Information Center (MMC) Mempawah di Kabupaten Mempawah, Kalimantan Barat. MMC, yang awalnya mengalami kerusakan akibat abrasi, telah berkembang menjadi kawasan edukasi. Inovasi terbaru di MMC adalah Organic Coastal Defense (OCD), struktur pengaman pantai dengan breakwater dan mud trap mampu menjaga konsistensi lumpur dan mendukung pertumbuhan mangrove. Meskipun biayanya tinggi (IDR 1.000.000 per unit, ukuran 4 x 4 m), OCD dianggap sebagai investasi jangka panjang.
MMC terus melakukan inovasi dan pemulihan ekosistem mangrove dengan dukungan pemerintah sejak 2016. MMC menjadi destinasi ekowisata dengan retribusi masuk IDR 5.000, Desa ini juga telah membentuk Bumdes dan diakui sebagai koridor konservasi dalam RDTR. Dalam hal gender, perempuan di MMC aktif mencari kerang yang dapat dijual dan memproduksi brownies.
Tinggalkan Komentar